Mencari rezeki merupakan satu keperluan bagi makhluk yang bernyawa. Allah SWT telah menyediakan bermacam kemudahan agar rezeki itu mudah diperolehi. Rezeki bahkan tidak hanya disediakan bagi orang yang beriman, tetapi juga untuk mereka yang tak beriman.
Khusus bagi hamba yang beriman, Allah mengingatkan bahwa mencari bahagian duniawi tidak boleh dilupakan, meskipun keukhrawian harus lebih diprioritaskan. Dalam mencari rezeki, seorang Muslim tidak hanya dituntut untuk serius dalam bekerja, tetapi juga diajarkan untuk memiliki sifat tawakal dalam semua pekerjaan. Tawakal sering kali dipahami sebagai berserah secara tota kepada Allah, yang seolah menafikan usaha. Padahal, tawakal sejatinya merupakan sifat hati sebagai sebagian keyakinan seorang mukmin bahwa rezekinya sudah ada yang mengatur.
Sikap tawakal akan membuat seseorang tidak terlalu ghairah dan tamak dalam mencari rezeki.Tawakal juga yang membuat seseorang menyedari bahawa bila rezekinya susah didapat, bererti Allah sedang menyiapkan takdir lain yang lebih baik untuknya.
Namun, bila rezeki itu dimudahkan, kemudahan itu diyakininya atas anugerah Allah, sehingga dia bersyukur atas keurnian itu, bukan malah kufur. Sebab, salah satu ciri tawakal adalah persiapan jiwa dalam menerima seberapa pun rezeki yang didapat,banyak atau sedikit.
Nabi Muhammad SAW mengajarkan agar seorang mukmin memiliki sikap ketawakalan seperti yang dipunyai seekor burung. “Andai kata kalian benar-benar bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan memberi kalian rezeki sebagaimana Dia memberi rezeki kepada burung, yaitu keluar dengan perut kosong di pagi hari dan kembali dengan perut kenyang diwaktu petang.” (HR Tirmidzi).
Nabi juga menjadikan “berhati burung” sebagai salah satu syarat untuk bisa masuk syurga. “Akan masuk syurga orang-orang yang berhati seperti burung.” (HR Muslim).
Pemilihan burung sebagai tamsil pada kedua hadis tersebut, tentu bukan tanpa alasan. Ternyata, berdasarkan penelitian para ahli, untuk mendapatkan rezekinya haiwan ini mengetahui apa yan harus dilakukan walaupun terpaksa terbang jauh.
Namun, semua itu dilakukan dengan efektif dan efisien. Haiwan ini mampu mengira berapa tenaga yang diperlukan, bagaimana melakukan penerbangan yang aman, berapa jarak tempuh dan jumlah bahan bakar yang harus disediakan, juga bagaimana keadaan cuaca di udara. Ia yakin hari itu pasti ada rezeki untuknya, meskipun harus dicari hingga ke tempat yang sangat jauh. Setelah mendapatkannya, ia pun tidak lupa untuk kembali ke sarangnya.
“Saat kamu bertekad (melakukan sesuatu) maka bertawakallah pada Allah.” (QS Ali Imran [3]: 159). Allah SWT pula yang menjamin rezeki orang yang bertawakal. “Orang yang bertawakal kepada Allah akan dicukupkan rezekinya.” (QS Al-Thalaq [65]: 3).
Selaras dengan perintah Allah itu, Nabi diketahui mempraktikkan ketawakalan dalam kehidupan sehari-harinya. Nabi SAW bekerja, lantaran bekerja merupakan sunahnya. Karenanya, menurut al-Qusyairi (ulama abad ke-10 Hijriah), bila ingin mencontoh keseharian Nabi, seseorang tidak boleh melupakan sunahnya.
Namun, semua itu dilakukan dengan efektif dan efisien. Haiwan ini mampu mengira berapa tenaga yang diperlukan, bagaimana melakukan penerbangan yang aman, berapa jarak tempuh dan jumlah bahan bakar yang harus disediakan, juga bagaimana keadaan cuaca di udara. Ia yakin hari itu pasti ada rezeki untuknya, meskipun harus dicari hingga ke tempat yang sangat jauh. Setelah mendapatkannya, ia pun tidak lupa untuk kembali ke sarangnya.
“Saat kamu bertekad (melakukan sesuatu) maka bertawakallah pada Allah.” (QS Ali Imran [3]: 159). Allah SWT pula yang menjamin rezeki orang yang bertawakal. “Orang yang bertawakal kepada Allah akan dicukupkan rezekinya.” (QS Al-Thalaq [65]: 3).
Selaras dengan perintah Allah itu, Nabi diketahui mempraktikkan ketawakalan dalam kehidupan sehari-harinya. Nabi SAW bekerja, lantaran bekerja merupakan sunahnya. Karenanya, menurut al-Qusyairi (ulama abad ke-10 Hijriah), bila ingin mencontoh keseharian Nabi, seseorang tidak boleh melupakan sunahnya.
REPUBLIKA.CO.ID(SOURCE)
No comments:
Post a Comment