Larangan hijab di wilayah selatan Rusia Stavropol telah memeras penduduk Muslim di daerah tersebut, memaksa banyak dari mereka untuk menyekolahkan anak perempuannya ke kabupaten tetangga untuk bisa mengenakan pakaian syar’i mereka atau memberi mereka home schooling.
“Jika mereka berpikir bahwa karena sesuatu terjadi dengan putri saya, saya akan melupakan agama saya – saya katakan, tidak, agama adalah tujuan dari hidup saya,” kata Ali Salikhov, seorang ayah Muslim, kepada The New York Times pada Selasa (19/3/2013).
“Selama 70 tahun mereka mengajarkan kami bahwa tidak ada Tuhan, tapi itu sudah berlalu, dan ini juga akan berlalu. Dalam 20 tahun mendatang mereka akan lupa bahwa hijab pernah dilarang di Rusia.”
Putri Salikhov telah dilarang mengenakan kerudung setelah sekolah mereka di desa Kara-Tyube melarang pakaian muslim pada Oktober 2012.
Meskipun pada awalnya mereka diizinkan untuk menghadiri sekolah mereka pada bulan September dengan mengenakan kerudung, mereka kemudian diberitahu bahwa mereka tidak akan diizinkan masuk kecuali jika mereka menanggalkan kerudung mereka.
Masalah ini menarik perhatian media setelah kepala sekolah Rusia mereka yang keras menjadi “pahlawan” karena menolak mengakui anak-anak yang ke sekolah dengan kerudung.
Para pemimpin di kawasan ini mendukungnya dengan memperkenalkan seragam yang tidak memungkinkan anak perempuan untuk mengenakan penutup kepala sama sekali – suatu pembatasan yang mempengaruhi sekitar 2,7 juta penduduk.
Bergabung dalam perdebatan ini, Presiden diktator Rusia Vladimir Putin mendukung larangan hijab di sekolah-sekolah, menggambarkan pakaian Muslimah sebagai “tradisi alien”.
Pembatasan telah membuat para keluarga Muslim tidak memiliki pilihan lain selain menyekolahkan anak perempuannya ke kabupaten lain untuk melanjutkan pendidikan mereka, sambil menjalankan agama mereka.
Mendengar berita ini, Raifat (15), putri Salikhov, menangis mengerti bahwa ia akan dikirim ke Dagestan.
“Dia tidak ingin ke sana,” kata ibunya, Maryam Salikhova. “Dia sedih, dan gadis-gadis lain pun sedih. Mereka mengatakan, ‘tinggallah bersama kami’, tapi ia sudah dewasa.”
Amina (10), keponakannya, juga mulai menjalankan home schooling dengan seorang guru, bukannya menghadiri kelas di sekolah dasar daerah.
Larangan hijab dipandang sebagai upaya untuk membangkitkan ketegangan antara kelompok agama yang telah hidup bersama secara damai selama beberapa dekade.
“Ketika kami membicarakan aspek sosial dari masalah dengan hijab, salah satu dari lawan kami berkata, ‘Biarkan orang-orang itu kembali ke tanah air sejarah mereka, ke tanah air hijab mereka, dan biarkan mereka mengenakan hijab di sana,’” kata Murad Musayev, seorang pengacara selebriti dari Chechnya yang setuju untuk mewakili empat ayah dari anak perempuan yang sekarang dikeluarkan dari sekolah.
“Ini adalah pendapat yang cukup umum di Rusia.”
Larangan itu muncul di tengah meningkatnya ketegangan etnis yang telah dihadapi Kremlin baru-baru ini.
Untuk mengekang sebagian ketegangan di Kaukasus Utara, Putin memberikan subsidi dan otonomi yang luas kepada daerah yang mayoritas Muslim.
Tapi sekarang Kremlin harus menghadapi kebencian yang tumbuh di sebagian besar wilayah Rusia seperti Stavropol, yang terletak di tepi pegunungan Kaukasus, didominasi oleh penduduk Ortodoks Rusia.
Mengambil keputusan untuk melarang hijab, pemerintah telah membuat marah kelompok-kelompok etnis Muslim, termasuk mereka yang belum pernah memakai hijab.
Anvar Suyunov, seorang Nogay dari Kara-Tyube, mengatakan dekrit yang menyentuh “pertanyaan yang sangat rumit penentuan nasib sendiri” dan bisa membuktikan perpecahbelahan yang berbahaya.
“Itu ide bodoh, karena mereka bisa memecah belah negara,” katanya. “Setiap aksi memiliki reaksi.”
Yang lainnya, termasuk keluarga Salikhov, melihat keputusan ini sebagai percobaan oleh pemerintah untuk menciptakan masalah di desa untuk memaksa keluarga Muslim untuk meninggalkan daerah itu.
“Mereka harus mengeluarkan undang-undang yang mengatakan, ‘Jangan datang ke sini,’” katanya. “Setidaknya maka saya akan tahu saya melanggar hukum.”
Federasi Rusia adalah rumah bagi sekitar 23 juta Muslim di utara Kaukasus dan selatan republik Chechnya, Ingushetia dan Dagestan. Islam adalah agama terbesar kedua Rusia yang mewakili sekitar 15 persen dari 145 juta mayoritas penduduk Ortodoks. (banan/arrahmah.com)
No comments:
Post a Comment